Tuesday 12 June 2018

Makalah Pola Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar


POLA PELAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SEKOLAH
A.    Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
Pelayanan Bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. 
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang telah dikembangkan para pemikir. Istilah model menurut Shertzer dan Srone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah.
1.      Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis terhadap bidang pekerjaan, serta memaduka keduanya dengan berpikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.      William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan dungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kulikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
3.      John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan  perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
4.      Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5.      Wilson Litlle dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6.      Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan indivisual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
7.      Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
8.      Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9.      Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspekb intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses  proses belajar mengajar di kelas.
10.  Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang  untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pasa semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya.
11.  Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggung-jawaban teoretis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika, yaitu:
1.      Organisasi profesional di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling dari pada layanan bimbingan pada umumnya.
2.      Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
3.      Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
4.      Pemikirannya teoritis
5.      Terdapat anggapan

B.     Pola-pola Bimbingan
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelajanan bimbingan di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yng diberi nama:
1.      Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapt menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2.      Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu.
3.      Pola Kulikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan.
4.      Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.

PELAKSANAAN PRESENTASI

Hari/Tanggal   : 29 November 2012
Waktu             : 14.00-15.35
Tempat            : Ruang A5-107
Pembimbing    : Dra. Sri Sami Asih, M.Kes.
Penyaji                        : semua anggota kelompok III
Moderator       : Indah Larasati
Notulis                        : Mifta Resti Khoiriah
Operator          : Tri Retno Asih
Pembahas        : Kelompok IV
-          Eri Agustin
-          Nurul Adha
-          Amir Ma’ruf
-          Atik Nurhidayah
-          Dwi Wahyuning Jati

Anggota diskusi          : Semua kelompok
Bahan Presentasi         : Bab III “Pola Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah”













DISKUSI

Kelompok pembahas :
Tanya (Eri Agustin): Apakah penggunaan pola bimbingan tertentu akan mempengaruhi seorang individu?

Jawab (Indah Larasati): Pola-pola bimbingan yang dipakai dalam suatu bimbingan menyesuaikan kebutuhan siswa. Maksudnya adalah dalam penggunaan pola bimbingan disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan yang sedang siswa dihadapi. Guru hendaknya mengerti siswa seutuhnya, bagaimana sifat siswa dan apa yang sedang dialami siswa, sehingga dalam menerapkan pola bimbingan tidak salah dan tidak terjadi kegagalan dalam bimbingan. Misal jika siswa mengalami suatu permasalahan tertentu, seperti masalah psikologis yang disebabkan broken home, maka pola yang dipakai adalah pola spesialis dimana guru harus menyediakan ahli psikologis/psikolog untuk membantu siswa menyelesaikan masalahnya sehingga siswa dapat menjalani kehidupannya dengan baik.

Tanya (Nurul Adha): Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika, sedangkan kondisi di Amerika dan Indonesia sendiri itu berbeda. Apakah model dan pola cocok diterapkan di Indonesia?

Jawab (Ema Putri R): pada dasarnya, model dan pola bimbingan memiliki tujuan yang sama maka  itu yang diambil oleh Indonesia dalam menyelenggarakan pola bimbingan yang ada adalah bagaimana Amerika bisa menyelesaikan masalah klien dan menjadikan kliennya bisa sukses kembali.Dan di Indonesia sendiri tidak semua pola bimbingan di samakan atau diambil secara keseluruhan,tetapi bagaimana cara kita sebagai konselor dalam menyelesaikan masalah klien,sehingga klien bisa kembali bersemangat dalam menjalani kehidupannya.

Tanya (Atik Nurhidayah): “Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya”, bagaimana cara menjaga kesehatan mentalnya?

Jawab (Mifta Resti K): Untuk menjaga kesehatan mental, harus memiliki keseimbangan antara jiwa sosial dan religi. Dalam hal ini pola pikir sangat mempengaruhi kesehatan mental. Orang yang pola pikirnya berkembang dan positif tentu akan memiliki kesehatan mental yang baik, tetutapa jika mengalami suatu permasalahan, orang itu tidak mudah stress san putus asa. Sebaliknya, orang yang pikirannya sempit, mentalnya juga tidak terasah sehingga jika mengalami suatu permasalahan akan lebih cepat untuk menyerah.

Tanya (Amir Ma’ruf ): Jika guru salah memberikan bimbingan, apakah akan membengaruhi atau berdampak terhadap siswa?

Jawab (Tri Retno A) : Jika guru salah dalam memberikan bimbingan, tentu tidak akan memberikan perbaikan pada siswa. Yang akan terjadi adalah kegagalan dalam proses bimbingan dan permasalahan yang dialami siswa tidak akan terselesaikan dengan baik. Jadi sebelum memberikan bimbingan, seorang guru harus aktif mencari tahu dan memperhatikan siswa agar bisa memahami permasalahan siswa dan tidak terjadi kesalahan bimbingan. Guru harus mencari tahu data-data mengenai siswa melewati teman dekatnya, orang tuanya, maupun seseorang yang kira-kira bisa memberikan informasi tentang siswa. Setelah guru mengetahui informasi tentang siswa maka guru akan menganalisis tentang permasalahan siswa dan bagaimana pola dan metode yang harus diterapkan sehingga bimbingan akan terlaksana dengan baik.

Tanya (Dwi Wahyuning Jati) : Menurut hasil analisis Edward C.Glanz ,terdiri atas 4 pola.Menurut kelompok anda, apakah pola generalis pantas diterapkan di setiap instansi pendidikan?

Jawab (Nino Arisman) : Menurut kelompok kami, pola generalis pantas ditetapkan di setiap insstansi pendidikaan karena pola ini mengutamakaan pengaruh terhadap kuantitas usahaa belajaar sisswa.Dengan menggunakan pola ini, seluruh staf pendidikdapat menyumbang pada pekembangaan kepribadian masing-masing siswa melalui bimbingan.


Kelompok lain :

Tanya (Try Widyatmoko): Apa yang harus diperhatikan dalam memilih pola bimbingan? Dan pola apa yang cocok atau bisa digunakan untuk kisaran anak sekolah dasar?

Jawab : Menurut kelompok kami dalam memilih pola bimbingan yang sesuai untuk klien, kita sebagai konselor harus mengerti terlebih dahulu masaalah yang dihadapi oleh kliennya.Agar dalam menyelesaikan yang dihadapi klien ,konselor bisa menyarankan mana pola yang dianggap mudah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dan pola maana yang cocok, menurut kami semua pola cocok untuk menyelesaikan masalah di Sd karena pada setiap pola memiliki tujuan dalam menyelesaikan masalah yang berbeda-beda.Namun pola yang lebih dominan adalah pola generalis,karena padaa pola generalis kita bisa member pengarahan kepada siswa dengan melakukaan tatap muka secara laangsung dan dengan kuantitas yang lebih banyak sehingga kita bisa mengetahui perkembangan masalah yang dihadapi siswa tersebut.

Tanya (Meika Suciyanti) : Pol sosialis harus ditangani oleh ahli bimbingaan,namun di SD sendiri tidak ada seorang guru pembimbing.Lalu bagaimana pelaksanaan bimbingan yang terjadi di SD?

Jawab : Menurut kami, jika seperti itu yang terjadi maka sebagai guru di Sd sebaiknya berkrja sama juga dengan orang tua siswa untuk menyelesaikan masalah.Dan jika dirasakurang mampu maka guru dapat menyarankan orang tua siswa untuk berkonsultasi dengan psikolog atau apaabila orang tua siswa tidak mampu untuk berkonsultasi pada psikolog ,maka guru bisa membantu dengan guru yang berkonsultasi dengan psikolog agar bisa menyelesaikan masalah siswa tersebut.

No comments:

Post a Comment