POLA
PELAYANAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SEKOLAH
A.
Model-model
Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
Pelayanan
Bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam
rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang
terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.
Model-model
bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan
dan konseling di Amerika yang telah dikembangkan para pemikir. Istilah model
menurut Shertzer dan Srone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas,
bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori
ilmiah.
1.
Frank Parsons yang
menciptakan istilah Vocational Guidance
yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis terhadap bidang
pekerjaan, serta memaduka keduanya dengan berpikir rasional dan mengutamakan
komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William
M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi
yaitu fungsi penyaluran dan dungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kulikuler,
bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat
dan cita-cita siswa.
3. John
M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar,
bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai
bimbingan jabatan saja.
4. Donal
G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis
menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan
menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson
Litlle dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada
semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam
mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin
serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan
kelompok, mengutamakan, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif
dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kenneth
B. Hoyt, (1962) yang mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan
bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan
menengah. Model ini menekankan pelayanan indivisual dan kelompok dan
memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif dan remedial dan
mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
7. Ruth
Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara
konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara
kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara
konseling.
8. Arthur
J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa
dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan
itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan
bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu
mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi
tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris
D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan
pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspekb
intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah
berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses proses belajar mengajar di kelas.
10. Ralp
Moser dan Norman A. Srinthall, (1971) mengajukan usul supaya di sekolah diberi
pendidikan psikologis yang dirancang
untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan
belajar dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan
sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang
menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pasa semua siswa yang mengikuti
pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya.
11.
Julius Menacker, (1976)
model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang
menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini ialah
pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil dari interaksi
antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Kehas
berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan
pertanggung-jawaban teoretis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika,
yaitu:
1.
Organisasi profesional
di bidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling dari pada
layanan bimbingan pada umumnya.
2. Perbedaan
konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
3. Pelayanan
bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah,
sehingga fungsi khas dari bimbingan tinggal samar-samar saja.
4. Pemikirannya
teoritis
5. Terdapat
anggapan
B.
Pola-pola
Bimbingan
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz,
(1964) dalam sejarah perkembangan pelajanan bimbingan di institusi pendidikan
muncul empat pola dasar yng diberi nama:
1.
Pola Generalis, bahwa
corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan dalam suatu institusi
pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf
pendidik dapt menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa.
2. Pola
Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani
oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara
pelayanan bimbingan tertentu.
3. Pola
Kulikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan
dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam
rangka suatu kursus bimbingan.
4.
Pola Relasi-relasi
Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat
menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain.
PELAKSANAAN
PRESENTASI
Hari/Tanggal : 29 November 2012
Waktu : 14.00-15.35
Tempat : Ruang A5-107
Pembimbing : Dra. Sri Sami Asih, M.Kes.
Penyaji : semua anggota kelompok III
Moderator : Indah Larasati
Notulis : Mifta Resti Khoiriah
Operator : Tri Retno Asih
Pembahas : Kelompok IV
-
Eri Agustin
-
Nurul Adha
-
Amir Ma’ruf
-
Atik Nurhidayah
-
Dwi Wahyuning
Jati
Anggota diskusi : Semua kelompok
Bahan Presentasi : Bab III “Pola Pelayanan Bimbingan dan
Konseling di Sekolah”
DISKUSI
Kelompok
pembahas :
Tanya
(Eri Agustin): Apakah
penggunaan pola bimbingan tertentu akan mempengaruhi seorang individu?
Jawab
(Indah Larasati): Pola-pola bimbingan yang dipakai dalam suatu bimbingan
menyesuaikan kebutuhan siswa. Maksudnya
adalah dalam penggunaan pola bimbingan disesuaikan dengan karakteristik dan
permasalahan yang sedang siswa dihadapi. Guru hendaknya mengerti siswa seutuhnya,
bagaimana sifat siswa dan apa yang sedang dialami siswa, sehingga dalam
menerapkan pola bimbingan tidak salah dan tidak terjadi kegagalan dalam
bimbingan. Misal jika siswa mengalami suatu permasalahan tertentu, seperti
masalah psikologis yang disebabkan broken home, maka pola yang dipakai adalah
pola spesialis dimana guru harus menyediakan ahli psikologis/psikolog untuk
membantu siswa menyelesaikan masalahnya sehingga siswa dapat menjalani
kehidupannya dengan baik.
Tanya
(Nurul Adha): Model-model
bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan
dan konseling di Amerika, sedangkan kondisi di Amerika dan Indonesia sendiri
itu berbeda. Apakah model dan pola cocok diterapkan di Indonesia?
Jawab
(Ema Putri R): pada dasarnya, model dan pola bimbingan memiliki
tujuan yang sama maka itu yang diambil
oleh Indonesia dalam menyelenggarakan pola bimbingan yang ada adalah bagaimana
Amerika bisa menyelesaikan masalah klien dan menjadikan kliennya bisa sukses
kembali.Dan di Indonesia sendiri tidak semua pola bimbingan di samakan atau
diambil secara keseluruhan,tetapi bagaimana cara kita sebagai konselor dalam
menyelesaikan masalah klien,sehingga klien bisa kembali bersemangat dalam
menjalani kehidupannya.
Tanya
(Atik Nurhidayah): “Pola Relasi-relasi Manusia dan
Kesehatan Mental, bahwa orang akan hidup lebih bahagia bila dapat menjaga
kesehatan mentalnya”, bagaimana
cara menjaga kesehatan mentalnya?
Jawab
(Mifta Resti K): Untuk menjaga kesehatan mental, harus memiliki keseimbangan
antara jiwa sosial dan religi. Dalam hal ini pola pikir sangat mempengaruhi
kesehatan mental. Orang yang pola pikirnya berkembang dan positif tentu akan
memiliki kesehatan mental yang baik, tetutapa jika mengalami suatu
permasalahan, orang itu tidak mudah stress san putus asa. Sebaliknya, orang
yang pikirannya sempit, mentalnya juga tidak terasah sehingga jika mengalami
suatu permasalahan akan lebih cepat untuk menyerah.
Tanya
(Amir Ma’ruf ): Jika guru
salah memberikan bimbingan, apakah akan membengaruhi atau berdampak terhadap
siswa?
Jawab
(Tri Retno A) : Jika guru salah dalam memberikan bimbingan,
tentu tidak akan memberikan perbaikan pada siswa. Yang akan terjadi adalah kegagalan dalam proses bimbingan dan
permasalahan yang dialami siswa tidak akan terselesaikan dengan baik.
Jadi sebelum memberikan bimbingan, seorang guru harus aktif mencari tahu dan
memperhatikan siswa agar bisa memahami permasalahan siswa dan tidak terjadi
kesalahan bimbingan. Guru harus
mencari tahu data-data mengenai siswa melewati teman dekatnya, orang tuanya,
maupun seseorang yang kira-kira bisa memberikan informasi tentang siswa.
Setelah guru mengetahui informasi tentang siswa maka guru akan menganalisis
tentang permasalahan siswa dan bagaimana pola dan metode yang harus diterapkan
sehingga bimbingan akan terlaksana dengan baik.
Tanya
(Dwi Wahyuning Jati) : Menurut hasil analisis Edward C.Glanz ,terdiri atas 4
pola.Menurut kelompok anda, apakah pola generalis pantas diterapkan di setiap
instansi pendidikan?
Jawab (Nino
Arisman) : Menurut kelompok kami, pola generalis pantas ditetapkan di setiap
insstansi pendidikaan karena pola ini mengutamakaan pengaruh terhadap kuantitas
usahaa belajaar sisswa.Dengan menggunakan pola ini, seluruh staf pendidikdapat
menyumbang pada pekembangaan kepribadian masing-masing siswa melalui bimbingan.
Kelompok lain :
Tanya
(Try Widyatmoko):
Apa yang harus diperhatikan dalam memilih pola bimbingan? Dan pola apa yang
cocok atau bisa digunakan untuk kisaran anak sekolah dasar?
Jawab
: Menurut kelompok kami dalam memilih pola bimbingan yang sesuai untuk klien,
kita sebagai konselor harus mengerti terlebih dahulu masaalah yang dihadapi
oleh kliennya.Agar dalam menyelesaikan yang dihadapi klien ,konselor bisa
menyarankan mana pola yang dianggap mudah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dan pola maana
yang cocok, menurut kami semua pola cocok untuk menyelesaikan masalah di Sd
karena pada setiap pola memiliki tujuan dalam menyelesaikan masalah yang
berbeda-beda.Namun pola yang lebih dominan adalah pola generalis,karena padaa
pola generalis kita bisa member pengarahan kepada siswa dengan melakukaan tatap
muka secara laangsung dan dengan kuantitas yang lebih banyak sehingga kita bisa
mengetahui perkembangan masalah yang dihadapi siswa tersebut.
Tanya
(Meika Suciyanti) : Pol sosialis harus ditangani oleh ahli bimbingaan,namun di
SD sendiri tidak ada seorang guru pembimbing.Lalu bagaimana pelaksanaan
bimbingan yang terjadi di SD?
Jawab
: Menurut kami, jika seperti itu yang terjadi maka sebagai guru di Sd sebaiknya
berkrja sama juga dengan orang tua siswa untuk menyelesaikan masalah.Dan jika
dirasakurang mampu maka guru dapat menyarankan orang tua siswa untuk
berkonsultasi dengan psikolog atau apaabila orang tua siswa tidak mampu untuk
berkonsultasi pada psikolog ,maka guru bisa membantu dengan guru yang
berkonsultasi dengan psikolog agar bisa menyelesaikan masalah siswa tersebut.
No comments:
Post a Comment